Kontroversi Qatar sebagai Tuan Rumah Piala Dunia 2022, dari Isu Suap Hingga Pelanggaran HAM

Turnamen sepak bola Piala Dunia akan kembali digelar tahun 2022 nanti di Qatar. Kali ini, Qatar terpilih menjadi tuan rumah setelah menyingkirkan beberapa negara pesaing, seperti Amerika Serikat, Australia, bahkan Jepang dan Korea selatan yang sebelumnya pernah sukses menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002.

 

Dengan terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, ini menjadi kali kedua ajang ini diselenggarakan di benua Asia dan pertama kalinya di jazirah arab. Sebelumnya, benua Asia pernah menyelenggarakan turnamen empat tahunan ini di dua negara, yaitu Korea Selatan dan Jepang pada Piala Dunia 2002.

 

Terpilihnya Qatar menjadi tuan rumah memang cukup mengejutkan dan penuh kontroversi, mengingat sarana dan prasarana untuk menggelar turnamen sepakbola sebesar piala dunia di negara ini dianggap belum memadai. Selain masalah infrastruktur, negeri petro dolar itu juga tidak mempunyai sejarah atau budaya dalam sepakbola, tidak seperti negara-negara yang pernah menjadi tuan rumah sebelumnya. 

 

Kendala lain dari negara timur tengah ini yang juga menjadi perhatian adalah mengenai cuaca. Saat perhelatan Piala Dunia yang biasanya dilaksanakan antara bulan Mei, Juni, dan Juli, di timur tengah sedang mengalami puncak musim panas, di mana temperatur suhunya bisa mencapai 50 derajat Celcius. Dengan suhu seekstrim itu hampir tidak mungkin untuk melaksanakan pertandingan sepakbola yang begitu menguras fisik dan tenaga. 

 

Namun dengan kendala semua itu, negeri petro dolar ini tetap terpilih sebagai tuan rumah dan menyingkirkan pesaing terdekatnya yaitu Amerika Serikat. FIFA pun memutuskan untuk mengubah waktu pelaksanaan event akbar itu di musim dingin, yakni antara bulan November dan Desember.

 

Di tengah kontroversi penetapan Qatar sebagai tuan rumah, muncul kecurigaan bahwa negeri para sultan itu telah melakukan suap dengan membeli hak suara sejumlah anggota Komite Eksekutif FIFA hingga jutaan dolar demi memenangkan negara kaya raya itu untuk menjadi tuan rumah.

 

Mohamed Bin Hammam selaku presiden Asian Football Association (AFC) waktu itu adalah sosok penting dibalik terpilihnya Qatar. Nama Michel Platini sebagai ketua UEFA saat itu juga diduga menerima suap senilai US$ 2 juta. Setelah melalui penyelidikan panjang akhirnya komite etik FIFA memberi sanksi kepada keduanya dan keduanya lengser dari posisinya dengan tidak hormat.

 

Meski isu suap mengemuka namun pihak Qatar tetap membantah tudingan suap tersebut. Pihak Qatar beralasan melalui Hassan Al-Thawadi yang waktu itu merupakan ketua tim pencalonan, Qatar telah berjuang keras untuk meyakinkan FIFA melalui kampanye-kampanyenya bahwa Qatar mampu menggelar Piala Dunia, mulai dari membangun infrastruktur dan stadion canggih yang menggunakan teknologi berpendingin udara.

 

Namun semua kampanye itu tidak serta merta diterima oleh para pemain dan negara-negara anggota FIFA. Qatar juga bahkan mendapatkan penolakan dari negara jazirah arab sendiri yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain. Mereka menolak keras terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Pasalnya pemerintah Qatar disinyalir mendukung perkembangan radikal dan gerakan terorisme di timur tengah, sehingga mereka melakukan pemutusan hubungan bilateral dan menutup jalur perbatasan dengan Qatar.

 

Di luar masalah suap dan isu lainnya, persiapan piala dunia Qatar juga dihadapkan pada kasus HAM, yakni terkait kekerasan dan perbudakan terhadap para pekerja pembangunan infrastruktur, semisal stadion dan prasarana umum. Disebut telah terjadi pelanggaran dengan adanya kekerasan hingga mengakibatkan sekitar 6500 pekerja migran meninggal dunia akibat eksploitasi kerja dan perbudakan. Tak ayal banyak negara eropa yang memprotes bahkan menyeru untuk memboikot pelaksanaan piala dunia Qatar.

 

Namun, meski dilanda begitu banyak kontroversi, pelaksanaan Piala Dunia 2022 akan tetap dilangsungkan di negeri para sultan tersebut.